Cari Blog Ini

Minggu, 20 November 2022

Permainan yang Melalaikan

 

Permainan yang Melalaikan

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

 

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, kita meminta tolong kepada-Nya, kita memohon ampun kepada-Nya, dan kita meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri kita dan kejelekan amal kita. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa yang sesat, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya.

Shalawat dan salam tetap tercurah pada Nabi kita Muhammad SAW atas segala perjuangan, pengrobanan menegakkan diinul islam, maka menjadi suatu keutamaan bagi kita untuk senantiasa mengucap shalawat kepadanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Sebagai pembuka majlis sore ini, kita sareng-sareng mengingatkan kembali tujuan kita ketika Allah masih memberi kesempatan hidup kepada kita, dinten demi dinten, sasi demi sasi, Allah paringi umur panjang, walaupun sejatinya bertambahnya umur, atau umur panjang yang kita sering sebut niku, juga berarti umur kita semakin berkurang. Sebagaimana nasihat imam hasan al-bashri rahimahullah,

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilangm maka akan hilang pula sebagian dirimu.”

Maka kita ketahui para jamaah, bahwa batas umur tiap-tiap manusia sampun ditentukan oleh Allah SWT.

يَغۡفِرۡ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمۡ وَيُؤَخِّرۡكُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّىۚ إِنَّ أَجَلَ ٱللَّهِ إِذَا جَآءَ لَا يُؤَخَّرُۚ لَوۡ كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ 

“Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui".

Maka tujuan kita ing dunyo menika, berusaha untuk menjadi, berusaha untuk masuk dalam golongan Ashabul yamin, golongan orang-orang yang berusaha menjadi baik, mboten merasa baik, ananging berusaha menjadi baik. Bagaimana cara supaya kebaikan kita lebih banayk dari pada kejelakan kita. Dan yang menjadi guide atau pemandu bagaiman orang tsb. baik atau buruk adalah diukur dengan iman. Sehingga semakin tinggi imannya semakin tinggi pula taqwanya. Rasulullah jelaskan pula bahwa keimanan manusia kadang naik dan turun. Maka ini selaras dengan konsep tadi.

Iman bertambah dengan taat kepada Allah dan berkurang karena maksiat.

- Semakin tinggi iman, semakin banyak baiknya, kurang kejelekannya.

- semakin kurang iman, semakin sedikit baiknya, banyak kejelekannya.

Dan lebih parahnya iman akan lebih jatuh pada saat maksiat, jika dilakukan secara berjama’ah. Kenapa menjadi drop? Karena nanti ada pembenaran. “oh teman aku ini ustadz sama kayak aku” “oh masih mending ustadz, tetangga saya itu, bu siti, itu lebih parah daripada saya” bu siti ga terima, “heh saya ini masih sesekali, itu bu ayu malah tiap hari parahnya” bu Ayu ga terima, “oh itu fir’aun lebih parah bu dibanding saya”. Sudah selesai, mboten wonten ujungnya, bukan merasa salah, berubah jadi bener malah cari-cari pembenaran, karena ada temanya, ada jama’ahnya.

Maka termasuk kesyukuran atas nikmat Allah, berupa kulo disini, ibu-ibu sedoyo, saged berkumpul, punya majlis yang baik, sehingga mudah buat baik karena dilakukan secara berjama’ah.

Maka kami senang juga bu, ketika masih mendapati bapak-bapak atau ibu-ibu yang masih sepuh, menyempatkan disela-sela kesibukan kerja, atau urusan rumah tangga, tapi masih semangat menuntut ilmu. Karena nopo bu? Tidak lain karena dengan ilmu ini, nanti mugi” banyak kebaikan-kebaikan yang Allah datangkan.

Para jama’ah, majlis ta’lim yang kami muliakan

Kalau boleh sedikit kita singgung, terutama bagi ibu-ibu yang masih punya anak kecil, ataupun tidak nggih kaleh ponakan atau cucu. Kami berkecimpung di dunia pendidikan, sering dapati harapan-harapan orang tua kepada anaknya, pengen jadi seperti ini dan begini, tapi terkadang tidak sesuai harapan. Sering banyak keluhan, anak-anak jaman sekarang ini bandel beda dengan zaman dulu. Sering kalimat ini kita dengar bu. Kira-kira niki benar nopo mboten bu? Ada benarya ada salahnya.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Bagaimana cara kita mensikapi dunia yang disebutkan Allah tidak lebih baik dari sayap seekor nyamuk. Tentu jawabnnya adalah sikap sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Orang menjadikan malas sebagai karakter tapi dibalut dengan kemasan spiritual. Alias kemalasan berbalut spiritual. Malas tidak mau berbuat apa-apa, tidak bangun subuh, tdk kemasjid, enggan kajian, malas berdagang, tdk mau buka usaha, disuruh kerja berat sedikit mengeluh, capek, takut kulit rusak, upgrade ilmu tdk mau. Dengan berdalih “rejeki sudah ada yang ngatur” kita hanya berserah diri kepada Allah.

 

Mendifinisikan dunia

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٌ وَلَهۡوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٌ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ 

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,”

-       Ketauhilah. Berarti banyak yang tidak tahu. Seperti memberi pengumuman.

-       Sudahlah permainan, melalaikan pula. Contoh: Lalai nonton yutub, silaturrahmi ghibah dan lupa shalat.

-       Buka permainan atau, tapi permainan dan.

-       Seperti main masak-masakan pada saat kecil. Tidak serius. Dunia juga sama tapi melalaikan.

-       Contoh: jam tangan fungsi atau gengsi?. Funsi menunjukkan waktu. Tapi orang masuk zona gengsi. Merk jam=orang kaya.

-       Kata orang barat =

“U can buy a watch but not a time, U can by a bed but not a sleep, U can buy a medicine but not a healt, U can pay assurance but not a safety.”

-       Sudah main” melalaikan pula. Berarti tidak serius. Lalu kenapa mati-matian mengejarnya?

-       Dalam riwayat dikatakan :

“Allah melaknat orang yang pintar urusan dunia tapi bodoh urusan akhirat”

-       Kok tenang? Karena lingkungannya mendukung.

 “Sudahlah Main”, Melalaikan Pula”

Contoh orang bawa motor. Menunggangi motor. Motor benda mati, kita benda hidup (kita tuan/owner)

وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٌ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ 

-       Pamer perhiasan. Seperti anak kecil pamer jam/sepeda.

-       Anak kecil pamer mainan kecil, sudah besar pamer harta besar.

-       Kendaraan yang kita tunggangi, bukan kita yang ditunggangi.

-       Naik pick up tidur, naik mobil bagus tidur.

-       Untuk agama cari yang terbaik. Rasul tidur dipelepah kurma.

-       Kalau sudah pamer harta, maka pamer anak keturunan.

Apakah Salah Mengumpulkan Harta

Jika dikumpulkan menjadi kebaikan maka jadi penyelamat, bukan untuk pamer. Termasuk juga ketika beramal shaleh.

“Permainan yang melalaikan, perhiasan yang saling dibangga-banggakan, dan saling pamer banyak-banyakan”

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

”Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”

·     Barang siapa yang tujuannya dunia:

1.    Allah akan cerai beraikan urusannya

Urusannya tidak ada yang selesai, berantakan.

2.    Kemisikinan nampak dipelupuk matanya

Mudah mengeluh, tidak pernah cukup, takut bersedakah. Mental miskin.

3.    Tidak dapat dunia kecuali yang sudah jadi jatahnya

Yang lain makan, dia makan tapi jadi penyakit. Orang tidur dia tidur tapi tidak nyenyak. Orang lain punya rumah/kendaraan, dia dapat tapi tidak dapat ketenangan. Kerja banting tulang, tapi punya hutang. Mengeluh dengan karir.

·     Barang siapa yang tujuannya akhirat:

1.    Allah akan kumpulkan urusannya

Contoh= diborong orang dagangan, bertemu klien di satu tempat.

Orang tua zaman dulu, jam 7 ke kebun, jam 10 balik ke rumah, bawa ubi, pisang. Dhuhur sudah ke masjid, balik baca qur’an. Habis itu ngajak orang makan bubur. Habis asar bersepada, ngasih makan ayam. Hidupnya tentram. Tanahnya luas, bisa berhaji. Kerja dikit dapat banyak. Bukan kerja banyak juga banyak utang.

Sehingga punya waktu luang. Mengajari anak dan keluarga.

2.    Allah jadikan kaya di hatinya

Ketika lihat orang sukses tidak minder, ikut bersyukur. Tidak iri terhadap kekayaan orang lain. Minum direstoran biasa saja, dipinggir jalan biasa saja. Jangan ditengah jalan.

Naik motor biasa, naik alphard biasa.

Mana yang butuh mana yang ingin?. Tidak minta-minta ke orang.

3.    Dunia mendatanginya dalam keadaan hina.

Hartanya banyak tapi biasa saja, tidak ada rasa sombong.

“Jadikan Dunia Sebagai Kendaran Bukan Sebagai Tujuan”

 

Lamongan, 21 November 2022

Dibuat oleh: Amirul Huda Syaifullah

Kamis, 06 Oktober 2022

Keutamaan Seorang Alim (Orang Berilmu) dari Seorang Abid (Ahli Ibadah)

 

Keutamaan Seorang Alim (Orang Berilmu) dari Seorang Abid (Ahli Ibadah)


Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Alhamdulillah kito bersyukur dumateng Allah SWT. atas nikmat lan karunia ingkang sampun Allah anugerakan dumateng kito sedoyo. Allah anugerahkan pada kita waktu, kesempatan, dan juga sehat wal ‘afiat. Lebih-lebih dari itu Allah SWT memberikan kito taufiq dan hidayah untuk bisa menghadiri kajian subuh hari ini di masjid khalifah, yang insyaAllah senantiasa Allah berkahi. Dan ini merupakan bagian penting dari perwujudan syukur seorang muslim, majlis kita hari ini, termasuk juga bekerja dan melakukan amalan lainnya. Disamping ia mengucapkan kalimat syukur marang gusti Allah ingkan sampun paring nikmat, dirinya juga mau bekerja dan beramal ibadah. Sebagaimana Allah perintahkan kepada keluarga Nabi Daud, juga termasuk perintah terhadap kito, Allah berfirman dalam QS. Saba’ ayat 13.

 

ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرًاۚ وَقَلِيلٌ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ 

“Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Shalawat lan salam semoga senantiasa tercurah dumateng junjungan kita, Nabi Agung Nabi yang Mulia, Nabi Muhammad SAW yang senantiasa mewasiatkan kita untuk bertaqwa kepada Allah, dan mengajak kita untuk senantiasa mengikuti petunjuk beliau SAW. 

Termasuk kami ingatkan bahwa hari ini tanggal 11 Rabi’ul Awal, dan besok atau tepatnya nanti malam kita masuk tanggal 12 Rabi’ul Awal. Kito sami-sami pelajari dalam sirah, tanggal 12 merupakan tanggal kelahiran utawi maulid Nabi Muhammad SAW. Sudah lama Rasul wafat namun ajaran, pesan-pesan beliau masih diamalkan dipelajari oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Maka tidak pantas bagi seorang muslim untuk melupakan jasa-jasa beliau.

 

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408)

 

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Dalam sebuah hadits, dari Abu Umamah Al-Bahili r.a. Ia berkata, bahwa diceritakan kepada Rasulullah SAW. ada seorang yang ‘alim (orang berilmu) dan ada seorang yang ‘abid (ahli ibadah), kemudian Rasulullah SAW bersabda,

 

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ. (رواه الترميذي)

“Keutamaan seorang alim (orang berilmu) dari seorang abid (ahli ibadah) seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian, ” kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)

Disini Nabi SAW. katakan ada ‘alim ada ‘abid, orang berilmu dan ada ahli ibadah keutamannya seprti keutamaan Nabi SAW. dibanding orang-orang rendah diantara kita, artinya perbandingannya jauh, antara orang berilmu dengan ahli ibadah, yang cuma sekedar ibadah saja.

Ananging naliko seseorang rajin ngajak yang lain untuk baik, maka dia akan dapat kebaikan saking Allah, dia akan dapat doa kebaikan saking Malaikat, akan dapat doa kebaikan saking penduduk langit, akan dapat doa kebaikan saking penduduk bumi. Sampai Nabi SAW katakan, semut pun dalam lubang akan mendoakannya, ikan pun yang dalam air, disini disebutkan ikan paus, berarti di lautan yang dalam, ikan-ikan seperti itu akan medoakan orang-orang yang  مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ yang mengajarkan kebaikan pada yang lain.

 

Para jama’ah ingkang kami muliakan.

Hadits ini sedang menerangkan pada kito sekalian. Orang berilmu itu lebih utama dari ahli ibadah karena pengaruh saking orang berilmu itu lebih luas, dia mengajarkan ibadah, baca Al-Qur’an, ngajarkan akhlaq, ngajarkan kebaikan dibandingkan dengan ahli ibadah.

Imam Ibnu Qoyyim menerangkan,

“Karena sebab mengajarkan kebaikan, didapatlah keselamatan dan kebahagiaan, dan hati seseorang niku menjadi baik” Ada poro ulama, poro kiyai, poro ustadz, poro guru, hati kito menjadi baik, menjadi tentrem. “Allah pun akan membalas dari jenis amalnya, mendapat pujian dari Allah, doa malaikat, penduduk langit dan bumi, itulah yang menyebabkan pengajar kebaikan mendapat keselematan, kebahagiaan dan keberuntungan”

Ini kalau kito purun ngajak-ngajar seseorang untuk jadi baik, jadi sae dengan ilmu yang kito miliki.

Keutamaan lain “pengajar kebaikan karena telah mengajarkan agama Allah, mengenalkan hukum syariat, maka sanjungan Allah dan penduduk langit menjadi bentuk pemuliaan kepada dirinya”. Pujian pengajar kebaikan tampak di tengah-tengah penduduk langits dan di tengah-tengah penduduk bumi.

Jadi ia mendapatkan do’a-do’a baik dari orang banyak, kalau ia mengajarkan kebaikan pada yang lain.

Nah kito dalam pertemuan niki poro jamah sekalian, membahas tentang orang-orang yang didoakan sebagaimana tadi yang telah disebutkan.

Lalu bagaimana bedanya dengan ahli ibadah, coba kito lihat bagaimana syaiton niku lebih senang dengan ahli ibadah dibanding dengan orang berilmu (‘Alim).

Kalau orang berilmu berarti, tiange niki rajin sinau, ngaji ditambah praktik, pengamalan ilmu ingkang sampun dimiliki.

Saking Ibnu Abbas r.anhuma, Rasulullah SAW bersabda.

 

فَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَیٰ الشَّيْطَانِ مِنۡ أَلْفِ عَابِدٍ

“Seorang yang faqih (orang yang berilmu) lebih ditakuti setan dibandingkan seribu ahli ibadah (yang tidak paham ilmu).”(HR: At Tirmidzy).

Seribu ini cuma menunjukan banyak saja, ibarat ia menunjukkan banyaknya perbandingan 1 orang berilmu dibandingkan ahli ibadah, masih hebat orang yang berilmu tadi. Masih lebih hebat orang yang berilmu, wong ngaji niku luwih hebat.

Kenapa demikian? Dijelaskan oleh Imam Ibnu Qoyyim,

Ketika setan itu ingin mengajak orang kepada perbuatan buruk, keyirikan, kebid’ahan (amalan yang tidak ada tuntunan) dan setan itu ingin supaya kebaikan-kebaikan itu sirna musnah.

Maka ketika masih ada orang berilmu, maka orang berilmu itu nanti yang mengatasi. Masih ada poro kiyai, poro ustadz, poro guru, orang-orang berilmu itu tadi yang mencegah, mengatasi perbuatan buruk tsb. supaya tidak terjadi.

Sedangkan ahli ibadah, kata Imam Ibnu Qoyyim,

“dan ahli ibadah maka selamatnya hanya untuk dirinya sendiri, ia tidak bisa menyelamatkan orang lain”

Dari sini kita simpulkan bahwa kita tidak mementingkan diri sendiri, mboten egois, kito juga memikirkan yang lain. Kito pengen selamar yang lain pun harus selamat.

Maka ada amar ma’ruf nahi munkar, ketika kita dapati orang berbuat salah maka kita ingatkan. Jadi orang hidup tidak hanya “saya hidup sendiri aja, saya salah ya salahku”.

Dalam agama islam wonten nasehat, kita ingatkan yang lain, ini ada yang rusak, ada yang salah, ada yang keliru, ada yang melakukan kesyirikan. Tidak hanya memikirkan diri sendiri.

Tidak hanya memikirkan ibadah kita sendiri, mboten cukup saya sampun shalat, tapi mengajak juga yang lain.

        Ketika ibadah juga demikian, jika ada ibadah yang salah kita luruskan, karena dalam agama islam wonten aturan, ndak boleh seringan, misal contoh manakala khutbah jum’at tidak boleh ngobrol.

Sebagaimana lalu lintas ada peraturannya, bawa SIM, helm, dll. maka dalam pelaksanaan ibadah juga ada aturanya. Kalau tidak sesuai aturan maka tidak diterima ibadahnya.

Wonten dalil Al-Qur’an, Wonten dalil saking hadits, juga dari para ulama’ yang telah menerangkan dalil-dalil tadi.

Mari kita jadi orang yang ‘alim (berilmu) juga ahli ibadah, mempraktekan segala ilmu yang sampun kito pelajari. Mboten jadi orang yang sebaliknya, ora gelem ngaji, plus malas ngibadah. Semoga Allah senantiasa memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kita.

 

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

 

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 

 

Lamongan, 06 October 2022

Dibuat oleh: Amirul Huda Syaifullah

Minggu, 04 September 2022

Pendidikan Anak Sejak Usia Dini

 

Pendidikan Anak Sejak Usia Dini

 

Bagaimana Mencetak Anak Shalih?

Bagaimana mencetak anak shalih? Semua orang yang telah menikah dan memiliki anak pasti menginginkan anaknya jadi shalih dan bermanfaat untuk orang tua serta agamanya. Karena anak jadi penyebab bagi orang tua untuk terus mendapat manfaat lewat doa dan amalannya, walau orang tua telah tiada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631).

Berarti keturunan atau anak yang shalih adalah harapan bagi setiap orang tua. Terutama ketika orang tua telah tiada, ia akan terus mendapatkan manfaat dari anaknya. Manfaatnya bukan hanya dari doa seperti tertera dalam hadits di atas. Manfaat yang orang tua perolah bisa pula dari amalan anak.

Ada beberapa kiat untuk mendidik anak sejak usia dini

1.              Faktor Utama adalah Doa

Tanpa doa, sangat tak mungkin tujuan mendapatkan anak shalih bisa terwujud. Karena keshalihan didapati dengan taufik dan petunjuk Allah.

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’rof : 178)

Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.

Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100).

Doa Nabi Zakariya ‘alaihissalam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38).

Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman),

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al-Furqan: 74)

Yang jelas doa orang tua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862 dan Tirmidzi no. 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Oleh karenanya jangan sampai orang tua melupakan doa baik pada anaknya, walau mungkin saat ini anak tersebut sulit diatur dan nakal. Hidayah dan taufik di tangan Allah. Siapa tahu ke depannya, ia menjadi anak yang shalih dan manfaat untuk orang tua berkat doa yang tidak pernah putus-putusnya.


2.              Orang Tua Harus Memperbaiki Diri dan Menjadi Shalih

Kalau menginginkan anak yang shalih, orang tua juga harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia berharap anaknya jadi baik, sedangkan ortu sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih enggan menutup aurat.

Bukti lain pula bahwa keshalihan orang tua berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih.

Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82).

‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)


3.              Pendidikan Agama Sejak Dini

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah (13: 11) disebutkan,

“Bapak dan ibu serta seorang wali dari anak hendaknya sudah mengajarkan sejak dini hal-hal yang diperlukan anak ketika ia baligh nanti. Hendaklah anak sudah diajarkan akidah yang benar mengenai keimanan kepada Allah, malaikat, Al Qur’an, Rasul dan hari akhir. Begitu pula hendaknya anak diajarkan ibadah yang benar. Anak semestinya diarahkan untuk mengerti shalat, puasa, thoharoh (bersuci) dan semacamnya.”

Perintah yang disebutkan di atas adalah pengamalan dari sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.

Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Kembali dilanjutkan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, “Hendaklah anak juga diperkenalkan haramnya zina dan liwath, juga diterangkan mengenai haramnya mencuri, meminum khomr (miras), haramnya dusta, ghibah dan maksiat semacam itu. Sebagaimana pula diajarkan bahwa jika sudah baligh (dewasa), maka sang anak akan dibebankan berbagai kewajiban. Dan diajarkan pula pada anak kapan ia disebut baligh.”

Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6).

Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah, “Beritahukanlah adab dan ajarilah keluargamu.”

Di atas telah disebutkan tentang perintah mengajak anak untuk shalat. Di masa para sahabat, mereka juga mendidik anak-anak mereka untuk berpuasa. Mereka sengaja memberikan mainan pada anak-anak supaya sibuk bermain ketika mereka rasakan lapar. Tak tahunya, mereka terus sibuk bermain hingga waktu berbuka (waktu Maghrib) tiba.

Begitu pula dalam rangka mendidik anak, para sahabat dahulu mendahulukan anak-anak untuk menjadi imam ketika mereka telah banyak hafalan Al Qur’an.

Begitu pula Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022).\

Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk menjauhi perkara haram seperti zina, berjudi, minum minuman keras, berbohong dan perbuatan tercela lainnya. Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya karena kurang ilmu, sudah sepatutnya anak diajak untuk dididik di Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) atau sebuah pesantren di luar waktu sekolahnya. Moga kita dikaruniakan anak-anak yang menjadi penyejuk mata orang tuanya. Al-Hasan Al-Bashri berkata,

لَيْسَ شَيْءٌ أَقَرُّ لِعَيْنِ المؤْمِنِ مِنْ أَنْ يَرَى زَوْجَتَهُ وَأَوْلاَدَهُ مُطِيْعِيْنَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan dalam Zaad Al-Masiir pada penafsiran Surat Al-Furqan ayat 74) 

Meninggalkan Anak di Pondok Ketika Kecil

Pendidikan anak sangatlah urgent, lebih-lebih pendidikan agama untuk saat ini. Namun kebanyakan orang tua menyampingkannya. Masalah lain yang timbul, apakah setiap anak mesti dipondokkan, yaitu masuk ke pesantren dan nginap di sana sehingga jauh dari orang tua? Ataukah sebaiknya di awal waktu ketika anak belum baligh, ia tetap bersama orang tua di mana orang tua menyekolahkan di tempat terdekat dan tetap memperhatikan pendidikan agama si anak?

Jawaban yang tepat adalah ketika anak belum dewasa, sebaiknya ia tidak jauh dari ibunya. Beberapa hadits telah menyinggung hal ini seperti,

عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِىِّ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

Dari Abu ‘Abdirrahman Al Hubuliy, dari Abu Ayyub, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi no. 1283. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan) 

عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه ، يقول : نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال : « حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية »

Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, “Wahai Rasulullah, sampai kapan?” “Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan,” jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Al Hakim dalam Mustadroknya. Al Hakim berkata bahwa hadits tersebut sanadnya shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim).

Hadits-hadits di atas sebenarnya membicarakan tentang hadhonah yaitu pengasuhan anak ketika terjadi suami-istri bercerai, siapakah yang berhak mengasuh anak tersebut. Namun hadits itu mengandung faedah lainnya. Hadits tersebut berisi penjelasan bahwa sebaiknya anak tidak jauh dari ibu atau orang tuanya ketika usia dini. Karena usia tersebut, anak masih butuh kasih sayang orang tua, terutama ibunya. Dan jika anak terus dididik oleh orang tua, itu lebih manfaat dibanding dengan menyerahkannya ke sekolah atau ke pihak pondok pesantren. Sehingga tidak tepat ketika anak belum dewasa, anak sudah dipondokkan dan jauh dari orang tua. Pilihan terbaik adalah anak tetap dekat orang tua dan ia disekolahkan di sekolah sekitar rumahnya dengan tetap orang tua memperhatikan pendidikan agamanya. Wallahu a’lam.

 

‎Lamongan, 05 September 2022, 13:26:14

Dibuat oleh: Amirul Huda Syaifullah