Cari Blog Ini

Selasa, 24 Agustus 2021

Ihwal Mana yang Benar dan yang Salah

 

Ihwal Mana yang Benar dan yang Salah

Bukan saya merasa sombong, paling idealis, atau paling ngerti sistem pendidikan. Tapi saya merasa orang yang masih menggunakan akal dan nuraninya, tentu bisa membedakan mana yang benar dan yang salah.

***

Hari ini saya mengajar di sebuah rumah tahfidz, belum lama, baru berlangsung selama 2 hari. Hari pertama saya jadikan sebagai masa perkenalan seperti umumnya guru memulai pengajaran. Disamping sedikit mengenal background murid yang saya ajar, sembari juga memberikan penjelasan tentang meluruskan niat, kenapa kita harus belajar di rumah tahfidz, juga menanyakan cita-cita, dan meminta mereka membuat pencapaian yang ingin diraih selama proses belajar.

Setelah itu dihari kedua, maksudnya hari ini. Saya membuka pengajaran dengan mengecek bacaan para murid, dan hanya sedikit bacaannya yang benar sesuai dengan ilmu yang saya miliki.

***

Sedikit penjelasan tentang rumah tahfidz ini. Setelah rapat pertama dengan kepala dan para asatidz, sebelum besoknya saya masuk untuk mengajar. Saya disodori lembar absen yang berisikan nama-nama murid sesuai pembagaian halaqoh/kelompok yang telah dibentuk oleh kepala tahfidz. Total ada 21 murid yang akan saya ampu dalam halaqoh, dengan usia rata-rata anak SD. Karena belum paham sistemnya, maka sedikit saya tanyakan dalam rapat tentang sistem pendidikan dan target apa saja yang ingin dicapai. Untuk halaqoh saya, para murid diberi target setengah juz 30 yang harus mereka hafalkan. Untuk jadwal mengajar ada 4 hari, dengan waktu 1 jam, dari jam 4 sore sampai 5 sore.

***

Setelah saya mengecek bacaan para murid dan mengetahui kemampuan mereka. Saya masih mencoba menyesuaikan sistem setoran hafalan dengan guru sebelumnya yang mengampu di halaqoh mereka, supaya tidak kaget atau bingung kalau saya langsung merubah peraturannya. Sistem setoran hafalan yaitu minimal setor 5 ayat, siapa yang sudah siap bisa langsung menyetorkan hafalannya.

Setelah menunggu beberapa menit, ada murid yang memberanikan diri untuk menyetorkan hafalannya kepada saya. Hanya 5 ayat dengan beberapa kesalahan dalam bacaan dan hafalannya. Setiap murid yang telah menyetor akan saya berikan tanda tangan di buku mutaba’ah atau buku data pencapaian hafalan, dengan memberi penilaian dan catatan apakah hafalannya boleh dilanjutkan atau harus mengulangi.

Tidak terasa saat murid yang terakhir menyetorkan hafalannya, waktu telah menunjukkan pukul 5 sore. Halaqoh ditutup dengan doa bersama.

***

Murid yang hadir saat itu hanya 8 anak, tidak 21 sesuai yang tertera di absen yang saya bawa. Saya berfikir kalau murid yang hadir hanya beberapa saja, membutuhkan waktu selama 1 jam untuk mereka bisa menyetorkan hafalannya masing-masing. Lalu bagaimana jika mereka datang semua?.

Jika saya tidak menerima setoran atau terpaksa menutup halaqoh jika waktu sudah habis, tentu akan banyak murid yang tidak mendapat giliran. Bagi saya mungkin tidak masalah, lalu bagaimana dengan para murid yang sudah mempersiapkan hafalan ketika halaqoh berlangsung. Karena memang mereka membutuhkan waktu beberapa menit untuk mempersipkan hafalan di halaqoh, walaupun sebelumnya mereka sudah menghafalkannya di rumah. Atau bahkan kadang ada murid yang tidak mau menghafal di rumah, tentu waktu yang mereka butuhkan lebih lama. Kalau semua persiapan di halaqoh pada saat itu harus ditunda dan disetorkan besoknya, tentu akan banyak yang mereka lupa dan harus mempersiapkan lagi dari awal.

Pikiran saya juga mengarah ke orang tua mereka, tentu banyak yang tidak terima jika saya melakukan hal yang demikian dan pastinya akan berimbas juga ke pihak rumah tahfidz.

Benar setelah saya menanyakan beberapa kejadian, pernah ada salah seorang guru yang mendapat tanggapan tidak baik karena pencapaian hafalan murid di halaqohnya hanya sedikit, tidak seperti di halaqoh lain. Usut punya usut, guru ini sering memberikan beberapa materi seperti bercerita atau semisalnya sehingga waktu yang seharusnya dipakai untuk setoran sedikit terpotong karena hal tersebut.

Kalau saya tidak memberikan materi selain hanya setoran hafalan, sedangkan waktu sejam di halaqoh saja tidak cukup untuk semua santri bisa menyetorkan hafalannya. Bagaimana jika saya memberikan materi fa fi fu fe fo. Anda bisa memperkirakannya sendiri.

***

Masih berpikir dengan permasalahan yang sama, hanya sedikit bergeser terkait eksistensi saya sebagai seorang pengajar. Tugas seorang pengajar mestinya memberikan pengajaran kepada murid. Kehadirannya diharapkan bisa memberikan ilmu dan arahan supaya mendatangkan kebermanfaatan kepada yang diajar.

Jika saat ini, kedatangan saya sebagai pengajar hanya sekedar menerima setoran hafalan dan selesai. Terus apa bedanya jika saya memilih menyuruh murid untuk menyetorkan hafalannya ke orang tua atau kalau tidak ke temannya tanpa perlu ambil susah untuk berangkat ke rumah tahfidz, belum lagi untuk membayar SPP bulanan.

Yoweslah ambil saja mereka beralasan mendaftarkan anaknya ke rumah tahfidz, agar hafalan anaknya disimak dengan baik dan bisa dibetulkan jika ada kesalahan menurut gurunya. Maka urusan setelah ini “masrahake anake”, selebihnya menjadi tanggung jawab saya. Hanya saja belajar dari kejadian sebelumnya, pasrahnya mereka kebanyakan masih diikuti dengan intervensi kepada para pengajar. Harus sedemikian yang mereka inginkan, tanpa mau tau bagaimana cara anak mereka dididik, pokoknya harus sedemikian yang mereka inginkan.

Sebagai seorang pengajar tentu saya berusaha tidak mengecewakan target pencapaian yang diinginkan pihak rumah tahfidz, juga para orang. Tapi disisi lain dengan sistem pendidikan seperti ini, saya hampir pesimis bisa mencapai target yang diberikan.

***

Sistem Pendidikan Merusak Esensi Pendidikan.

Para murid maju menyetorkan hafalan Al-Qur’an kepada saya. Banyak bacaan yang tidak tepat dan hafalan yang kurang lancar. Jika kesalahan terletak pada hafalan yang kurang lancar, tentu saya tinggal menyuruhnya untuk mengulang hafalan dan menyetorkan kembali. Namun bagaimana dengan murid yang salah dalam hal bacaan atau bahkan belum bisa membaca Al-Qur’an, bagaimana saya menyuruhnya menghafal sendiri sedangkan membaca dengan benar saja belum bisa. Kalau saya musti mengajarinya membaca Al-Qur’an terlebih dahulu tentu sulit untuk mencapai target yang diberikan rumah tahfidz, dan akan mengganggu aktivitas murid yang lainnya. Belum lagi masalah waktu mengajar, dan permasalahan sebagaimana pertimbangan kita sebelumnya.

Jika saya dengan legowo menerima apapun hasil setoran, dan membuat pernyataan “palsu” di buku mutaba’ah yang tidak sesuai dengan hasil setoran mereka, bukankah seperti ini dinamakan pembohongan. Bagaimana saya mempertanggung jawabkannya?.

***

Sistem pendidikan merusak esensi pendidikan. Bagaimana tidak?, esensi pendidikan yang seharusnya menjadikan orang tidak tahu menjadi tahu, bukan pura-pura tahu. Menjadikan orang mengerti, bukan sok ngerti. Dapat membawa perubahan kebaikan bagi dirinya, juga dirasakan orang sekitarnya.

Tujuan tulisan ini ingin mengajak anda melek sebentar, memandang secara rasional bagaimana jalannya sistem pendidikan di sekililing kita.

Dimulai dari pelaksanaan sistem pendidikan yang meniadakan proses pendidikan. Lembaga pendidikan berlomba-lomba mengejar pencapaian dan memaparkannya pada publik dengan hasil yang tidak semestinya, hanya supaya mendapat sanjungan sebagai lembaga pendidikan yang berkompeten.

***

Pernah suatu ketika teman saya mengeluh kepada saya, tentang kesulitan ia menerima pelajaran sewaktu di pondok, belum lagi tanggungan yang diberikan pondok kepadanya untuk bisa meyetorkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dalam waktu 2 tahun sebagai syarat menerima ijazah karena memang pondoknya adalah sebuah pondok tahfidz.

Setiap waktu tidak lewat dari belajar dan mempersiapkan hafalan, seru teman saya. Namun hasil yang ia dapatkan sehari juga tidak banyak, paling banter dapat 1 halaman, dibanding dengan teman-temanya yang jauh diatasnya, itu saja besoknya lupa dengan hafalahn yang telah disetorkan hari itu. Berkutat dengan waktu sudah, menerapkan segala metode juga sudah, tapi pencapaiannya tidak mengalami peningkatan.

Sedikit saya menilik tentang riwayat pendidikannya yang dulu. Ia adalah lulusan siswa SMK dan saat ini adalah kali pertama ia masuk pondok. Maka wajar bagi saja jika dia memerlukan waktu lebih untuk menyesuaikans peraturan pondok beserta target-target pencapainnya.

Ternyata lebih dari itu, teman saya baru bisa membaca Al-Qur’an waktu kelas 3  SMK. Dari situ saya mulai memahami bahwa sebenarnya teman saya bukan tidak mampu, hanya saja ia baru difase awal memulai proses.

Pembahasan saya beralih ke kemampuan, karena boleh jadi ada orang yang karena sebab IQ (intelligence quotient) yang tinggi, menyebabkan ia lebih mudah dalam proses belajar. Sedangkan hasil yang saya dapati, teman saya sejak dulu memang lemah dalam hafalan, selalu mendapat nilai dan ranking yang buruk, dan terkenal sebagai siswa yang nakal. Karena teman saya merasa ingin tobat dan hijrah, maka ia mendaftar ke pondok tahfidz dan tidak disangka ternyata diterima.

***

Belajar dari pohon bambu, bagaimana proses pendidikan yang baik berjalan. Di sebuah artikel yang saya baca menjelaskan bahwa diawal pertumbuhan bambu, satu hingga 3 tahun, pertumbuhannya dirasa lambat. Namun, sebenarnya selama kurun waktu tersebut, akar bambu sedang tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan bambu baru terlihat secara signifikan setelah 4 tahun, dengan akar-akarnya yang juga tumbuh subur. Pada tahun 5, setelah pertumbuhan akarnya selesai, barulah batang bambu akan muncul.

Proses pertumbuhan bambu bukan tanpa alasan. Pertumbuhan yang demikian, karena mengingat dikemudian hari ia akan menjadi pohon yang menjulang tinggi sehingga ia mempersiapkan akar-akar yang kuat untuk menancap ke tanah.

Belajar tentang proses pertumbuhan sebatang pohon kurma. Ketika hendak bertumbuh, pohon kurma harus mengalami hal-hal yang sulit untuk tumbuh. Setelah benihnya ditanam, sang petani kurma akan meletakkan sebuah batu besar di atasnya dengan sengaja. Hal tersebut bertujuan agar ketika benih ingin keluar dari tanah, tapi ada tekanan dari atas maka terlebih dulu menghujam ke bawah untuk mengukuhkan akar. Setelah akarnya kuat mencengkram tanah, benih kurma mulai menjulang ke atas dan dapat menyingkirkan batu diatasnya.

Seperti itulah perumpamaan seseorang dalam proses belajar sebagaimana kedua pohon tadi. Ada masanya seorang menanggung kesusahan diawal proses belajar sebagai awal membentuk pondasi keilmuan yang kuat, dan pada masanya nanti buah dari setiap usahanya akan dapat dipanen dengan baik. Begitu juga ketika menghadapi masalah dikemudian hari, tidak mudah tergoyahkan sebagaimana pohon yang berakar kuat dan menancap ke tanah.

***

Layaknya ayam yang salah masuk kandang, maka tidak salah bagi sang ayam untuk keluar dari kandang dan memilih kandang yang sesuai dengan dirinya. Tapi tidak habis pikir lagi, si empunya kandang tanpa mengenal siapa yang masuk kandangnya, mempersilahkan begitu saja, dirawat, dibesarkannya ayam tadi, dan diharapkan susunya suatu saat nanti.

Atau bagai orang tua yang mempunya bayi yang baru bisa merangkak, dipaksa untuk berjalan dan berlari untuk mencari dan membawakan kepada mereka apa yang mereka inginkan.

Mungkin seperti itu saya menggambarkan kondisi teman saya. Saya tidak sepenuhnya menyalahkan pihak pondok yang menerima orang sepertinya. Saya juga tidak  bisa sepenuhnya menyalahkan teman saya yang salah dalam memilih pondok. Keduanya mempunyai sebab dari akibat masing-masing.

Tidak ada orang yang bodoh, mereka hanyalah terkena sebab yang ditimbulkan sistem yang salah. Bagaimana bisa seorang seperti teman saya bisa diterima di pondok tahfidz, kemudian tanpa menimbang terlebih dahulu, pondok memberikan target begitu besar diluar dari kemampuanya.

Saat ini total 7 juz pencapaian hafalan Al-Qur’an teman saya selama setahun di pondok. Terhitung kurang 1 tahun lagi waktu yang ia punya untuk menambah kekuranganya atau ia harus bersiap untuk tidak mendapatkan ijazah sama sekali. Pikir saya, andaikan ia masuk pondok yang menargetkan hanya 1 juz atau bahkan tidak ada target hafalan sama sekali. Melihat pencapaiannya sekarang tentunya ia sudah mendapat penghargaan yang luar biasa.

***

Pembahasan pada tulisan ini untuk menjelaskan bagaimana kejamnya sistem pendidikan mengalahkan harapan seseorang untuk mendapatkan ilmu yang sejati, dan membohongi harapan orang tua untuk mendapatkan hak anak-anaknya menimba ilmu dengan semestinya.

Sebuah lembaga pendidikan dengan visi dan misinya, semestinya merancang sistem pendidikan yang telah diukur dan dijangkakan terlebih dahulu berdasarkan kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka buat. Tidak hanya karena ingin mendapatkan popularitas sehingga membuat berbagai macam progam-progam yang tidak realistis dengan ekspektasi tinggi, tapi dalam pelaksanannya tidak benar-benar terealisasi dan hanya sebatas klaim pencapaian yang tidak berdasarkan fakta.

Kamis, 18 Februari 2021

Sedekah di Bulan Ramadhan

 

Sedekah di Bulan Ramadhan

 

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Segala puji hanya milik Allah. Bersyukur kita kepada Allah, yang masih memberikan kepada kita berupa kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadhan yang penuh dengan kemuliaan, keberkahan, rahmat serta ampunan. Dan dibulan Ramdhan juga kita jadikan sebagai momentum untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).

Shalawat beriringkan salam semoga tetap selalu tercurahkan kepada nabi kita yang mulia, yaitu baginda Nabi Muhammad beserta para keluarga beliau dan para sahabatnya yang telah berjuang bersama-sama demi menegakkan agama Islam. Sehingga sampai saat ini kita masih bisa merasakan nikmatnya hidup dalam pelukan keimanan, dan dalam naungan keislaman.

Jama’ah sidang shalat jum’at yang dirahmati Allah

Bulan ramadhan adalah bulan yang telah Allah siapkan untuk para hambaNya yang beriman agar senantiasa memperbanyak amal ibadah. Diantara ibadah-ibadah tersebut adalah dengan memperbanyak sedekah. Di dalam hadits, disebutkan bahwa Rasulullah merupakan orang yang paling gemar bersedekah. Sebagaimana hadits dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu:

عَنِ ابنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan Rasulullah semakin dermawan tatkala berada di bulan Ramadhan.

Imam An-Nawawi Al-Bantani juga menasehatkan bahwasannya :

 “Seseorang dianjurkan untuk memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan, terlebih lagi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan,” (Lihat Syekh An-Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain: 183).

Menjelaskan keutamaan dan semangat bersedekah dibulan Ramadhan dengan memberikan contoh kepada umatnya, seakan-akan Rasulullah memberikan pesan tersirat bahwa sedekah di bulan Ramadhan lebih utama dari pada sedekah di bulan-bulan selainnya.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Adapun keutamaan sedekah di bulan Ramadhan, diantaranya adalah:

1.    Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan

Sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallu ‘anhu,

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ

“Dari Anas dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan.’” (HR. At-Tirmidzi)

Dari hadits di atas para ulama menasehatkan untuk memperbanyak sedekah dan berbuat baik pada bulan Ramadhan sangat dianjurkan dalam Islam. Mengingat di bulan Ramadhan ganjaran atas kebaikan yang dikerjakan akan Allah lipatgandakan.


2.    Mendapatkan Pahala Sebagaimana Pahala Orang Yang Berpuasa

Telah kita ketahui bersama, besarnya pahala orang yang berpuasa Ramadhan. Bayangkan saja jika seseorang bisa menambah pahala puasanya dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang akan diraih lebih berlipat lagi. Dan ini bisa terjadi dengan bersedekah, dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang yang berpuasa.

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi, no. 807; Ibnu Majah, no. 1746; dan Ahmad, 5:192)


3.    Pada Bulan Ramadhan Dimudahkan Untuk Melakukan Sedekah

Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan. Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun, di bulan Ramadhan ini Allah memudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَفُتِحَتْ أَبُوَابُ الجَّنَةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ

 “Ketika masuk bulan Ramadlan maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya.

Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati oleh Allah SWT

Sedekah yang kita berikan kepada orang-orang yang membutuhkan tentunnya tidak harus bernilai banyak, hendaknya kita sesuaikan dengan kemampuan kita masing-masing, sebagaimana dalam hadits :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَعْقِلٍ قَالَ سَمِعْتُ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq berkata, aku mendengar 'Abdullah bin Ma'qil berkata, aku mendengar 'Adiy bin Hatim radliallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Jagalah kalian dari neraka sekalipun dengan (bershadaqah) sebutir kurma".

Dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al-Khats’ami, bahwa Nabi juga pernah ditanya sedekah mana yang paling afdal. Jawab beliau,

جَهْدُ المُقِلِّ

“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR. An-Nasa’i, no. 2526. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari hadits ini kita bisa memahami bahwasannya tidak ada batasan dalam bersedekah sehinga orang-orang yang miskin bisa bersedekah sesuai dengan kemampuannya

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Selain keutamaan-keutamaan yang telah disebutkan tadi, salah satu hikmah keutamaan disyari’atkan banyak berderma atau bersedakah ketika puasa seperti saat memberi makan buka puasa adalah supaya orang kaya dapat merasakan orang yang biasa menderita lapar sehingga mereka pun dapat membantu orang yang sedang kelaparan.

Oleh karenanya sebagian ulama teladan di masa silam ditanya, “Kenapa kita diperintahkan untuk berpuasa?” Jawab mereka, “Supaya yang kaya dapat merasakan penderitaan orang yang lapar. Itu supaya ia tidak melupakan deritanya orang yang lapar.”

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku sangat senang ketika melihat ada yang bertambah semangat mengulurkan tangan membantu orang lain di bulan Ramadhan karena meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga karena manusia saat puasa sangat-sangat membutuhkan bantuan di mana mereka telah tersibukkan dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka”

Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati oleh Allah SWT

Adapun faedah lain dari bersedakah yaitu agar kita berlatih menolong orang lain, membantu kepentingan orang lain, terlebih dalam hal membantu kebutuhan orang lain yang padahal kita sendiri butuh dengan hal tsb. Atau yang sering kita kenal dengan Itsar.

Yaitu adalah mendahulukan orang lain dalam urusan dunia walau kita pun sebenarnya butuh. Mendahulukan yang lain dari diri sendiri dalam urusan duniawiyah dengan berharap pahala akhirat. Itsar ini dilakukan atas dasar yakin, kuatnya mahabbah (cinta) dan sabar dalam kesulitan.

Contohnya dapat dilihat pada orang Muhajirin dan Anshar dalam ayat 9

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُولَٰئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

 “dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9).

Yang dimaksudkan ayat ini adalah ia mendahulukan mereka yang butuh dari kebutuhannya sendiri padahal dirinya juga sebenarnya butuh.

Dalam masalah dunia, kita bisa mendahulukan orang lain, itu memang yang lebih baik. Karena dalam masalah dunia, kita harus memperhatikan orang di bawah kita agar kita bise mensyukuri nikmat Allah.

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي المَال وَالْخَلْقِ, فَلْيَنْظُرْ إلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan penampilan, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari, no. 6490 dan Muslim, no. 2963)

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak bisa menggapai derajat itsar (mendahulukan orang lain dari diri sendiri, pen.), maka jangan sampai ia tidak mencapai derajat orang yang rajin membantu orang lain (muwasah).” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 300)

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Dengan mengetahui keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan, marilah sama-sama kita berlomba-lomba melaksanakan amalan tersebut, sehingga kita dapat keluar meninggalkan bulan Ramadhan dengan predikat takwa yang sempurna.

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ


Klaten, 18 Februari 2021

Dibuat oleh: Amirul Huda Syaifullah

Rabu, 10 Februari 2021

Kesalahan Pelaksanaan Shalat Jama’ah

 

Kesalahan Pelaksanaan Shalat Jama’ah 

Jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah

Sungguh banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Nikmat yang paling besar adalah Allah masih memberikan nikmat Iman dan Islam. Tugas kita adalah mensyukurinya dengan terus memperbaiki ketakwaan kita pada Allah. Allah memerintahkan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi akhir zaman, suri tauladan kita, dan yang menjadi pembuka pintu surga di akhirat kelak, yaitu nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada para sahabat, dan para tabi’in serta setiap orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Kaum muslimin jama’ah shalat Jum’at yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala

Kita tahu bahwa prtintah shalat berjamaah sangat ditekankan bagi umat muslim terutama bagi kaum pria. Namun dalam pelaksanaannya sebagian ada yang belum memahami mengenai aturan-aturan dalam shalat berjamaah. Padahal aturan-aturan tersebut menjadi syarat agar dapat mencapai kesempurnaan manakala kita melaksanakan shalat berjamaah.

Aturan-aturan yang sering dilalaikan oleh sebagian dari kita, yang sudah menjadi kebiasaan, dan tentunya hal ini tidak boleh dipandang sebagia suatu hal yang wajar, melainkan harus kita rubah dan kita luruskan sebagaiamana yang telah ditetapkan oleh syariat.

Dalam khutbah kali ini khatib akan menjelaskan lima kesalahan yang sering ditemukan terkait shalat berjamaah.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Adapun kesalahan dalam shalat berjaamah yang pertama adalah

Pertama, yaitu perhatian dengan shalat berjamaah

Dikira shalat berjamaah bagi pria tidaklah wajib walaupun diakui bahwa dalam hal ini terdapat perselisihan dikalangan para pakar fiqih apakah shalat jama’ah itu fardhu ’ain (wajib bagi setiap muslim), sunnah, atau fardhu kifayah (jika sebagian sudah menunaikannya maka gugur kewajiban yang lain).

Akan tetapi tidaklah hal ini diperbolehkan untuk dijadikan dasar seseoranng meremehkan untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah.

Salah satu dalil yang menjadi perintah shalat atau kewajiban melaksanakan shalat berjamaah adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada seorang yang buta.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».

”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan (adzan) itu.”

Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ

“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut.” (HR. Abu Daud, no. 553 dan An-Nasa’i, no. 852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

“Jika seorang buta tidaklah diberi keringanan, ia tetap disuruh shalat berjamaah oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimanakah dengan yang diberi karunia penglihatan?” (Lihat Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha, hlm. 108)

Ingat juga apa yang telah dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah,

وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ

“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Lihat Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha, hlm. 107)

Kedua, baru masuk masjid kalau sudah dikumandangkan iqamah.

Awalnya sudah hadir, namun masih nongkrong di luar masjid. Kalau sudah iqamah kadang yang belum berwudhu, akhirnya terburu-buru untuk berwudhu.

Ingatlah kalau kita datang duluan di masjid lalu selalu bertakbir pertama (takbiratul ihram) bersama imam, maka akan dapat keutamaan yang besar yaitu terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat kemunafikan.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ

“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652)

Adapun yang biasanya cepat-cepat berwudhu ketika iqamah sudah berkumandang, bisa jadi terkena ancaman sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,

“Kami pernah kembali bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah menuju Madinah hingga sampai menjumpai air di tengah jalan, sebagian orang tergesa-gesa untuk shalat ‘Ashar, lalu  mereka berwudhu dalam keadaan terburu-buru. Kami pun sampai pada mereka dan melihat air tidak menyentuh tumit mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,

وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ

“Celakalah tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudhu kalian.” (HR. Muslim, no. 241).

Jama’ah shalat Jum’at rahimani wa rahimakumullah

Ketiga, enggan shalat tahiyatul masjid, langsung duduk.

Perhatikanlah hadits berikut,

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( إِذَا دَخَلَ أحَدُكُمُ المَسْجِدَ ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ )) متفقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah ia langsung duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 444 dan Muslim, no. 714]

Juga seringnya yang telat datang Jumatan langsung duduk ketika imam sedang berkhutbah tanpa mau mengerjakan shalat tahiyatul masjid dahulu.

 “Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, lantas Sulaik masuk masjid lalu langsung duduk.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah khutbah berkata padanya,

يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا – ثُمَّ قَالَ – إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا

“Wahai Sulaik, berdirilah, lakukanlah shalat dua raka’at. Kerjakanlah sekedar yang wajib saja dalam dua raka’at tersebut. Kemudian ia berkata, “Jika salah seorang di antara kalian datang pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, maka lakukanlah shalat dua raka’at. Namun cukupkanlah dengan yang wajib saja (ringkaslah, pen-).” (HR. Muslim, no. 875)

Keempat, lebih cepat gerakannya dari imam dalam shalat berjamaah.

JCoba perhatikan hadits yang menunjukkan larangan keras bagi orang yang mendahului imam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَا يَخْشَى الَّذِى يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ

“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai).” (HR. Muslim, no. 427)

Kata Imam Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi Asy-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Qaul At-Taam fii Ahkam Al-Ma’mum wa Al-Imam (hlm. 38), makna hadits tersebut adalah Allah merubah kepala orang yang mendahului imam itu dengan kepala keledai, badannya tetap badan manusia.

Makna lainnya kata beliau pula, bisa jadi seluruh tubuhnya jadi keledai. Hal ini nyata bisa terjadi perubahan bentuk -moga Allah menyelamatkan kita darinya-. Perubahan rupa seperti ini bisa terjadi hanya karena lantaran sangat-sangat murka. Sebagaimana dalam ayat lain juga disebutkan,

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ

“Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi.” (QS. Al-Maidah: 60)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah

Setelah kita melihat empat kesalahan terkait shalat berjamaah. Ada hal kelima yang sering kita temukan pula kesalahannya, yaitu enggan meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Perintah meluruskan shaf shalat dapat dilihat dalam hadits dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

“Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no. 436).

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

“Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 157)

Adapun mengenai cara merapatkan shaf disebutkan dalam hadits Anas berikut.

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّى أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى » . وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Luruskanlah shaf kalian, aku melihat kalian dari belakang punggungku.” Lantas salah seorang di antara kami melekatkan pundaknya pada pundak temannya, lalu kakinya pada kaki temannya.” (HR. Bukhari, no. 725).

Apa keutamaan merapatkan shaf?

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً

“Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al-Muhamili dalam Al-Amali, 2: 36. Disebutkan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1892)

Merapatkan shaf juga akan membuat setan tidak menempati celah yang kosong. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika merapatkan shaf, beliau mengatakan,

وَسُدُّوا الْخَلَلَ؛ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ فِيمَا بَيْنَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْحَذَفِ

“Tutup setiap celah shaf, karena setan masuk di antara shaf kalian seperti anak domba.” (HR. Ahmad, 5: 262)

Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah

Kesimpulan kita ada lima kesalahan terkait shalat berjamaah yang sudah dibahas, maka seharusnya yang dilakukan:

1.    Shalat berjamaah itu wajib sehingga berusaha untuk terus menjaganya.

2.    Jangan sampai telat dari takbiratul ihram bersama imam, termasuk pula jangan cepat-cepat dalam berwudhu.

3.    Hendaklah tetap memperhatikan shalat tahiyatul masjid setiap kali masuk masjid, jangan sampai menganggap remeh.

4.    Jangan sampai mendahului imam dalam shalat berjamaah.

5.    Menjaga lurus dan rapatnya shaf dalam shalat berjamaah.

Moga Allah subhanahu wa ta’ala membetulkan ibadah-ibadah kita dengan terus diberi taufik dalam ilmu, serta moga ibadah-ibadah kita diterima di sisi-Nya.

Khatib mengingatkan di akhir khutbah ini untuk memperbanyak shalawat pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang memperbanyak shalawat pada beliau, maka ia akan dekat dengan Nabi di akhirat kelak dan nantinya akan mudah mendapatkan syafa’atnya setelah ridha dan izin dari Allah Tabaraka Wa Ta’ala.

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Marilah kita panjatkan do’a pada Allah, moga Allah perkenankan doa kita di hari Jumat yang penuh berkah ini.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّاب

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 

Klaten, 10 Februari 2021

Dibuat oleh: Amirul Huda Syaifullah