Sebab Kenakalan Pada Anak
Ada beberapa sebab kenakalan pada anak yang kami kembangkan dari
buku Tarbiyah Al-Awlad fi Al-Islam karya Syaikh ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan.
Pertama:
Orang Tua Jauh dari Agama
Dari Abu Waqid Al-Harits bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang duduk di masjid dan orang-orang sedang bersamanya, tiba-tiba datanglah tiga orang. Maka dua orang menghampiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan yang satu pergi. Lalu kedua orang tua itu berdiri di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya melihat tempat yang kosong di perkumpulan tersebut, maka ia duduk di sana. Sedangkan yang satu lagi, duduk di belakang mereka. Adapun orang yang ketiga pergi. Maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai, beliau berkata, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang tiga orang?
أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأوَى إِلَى اللهِ
فآوَاهُ اللهُ إِلَيْهِ . وَأمَّا الآخَرُ فاسْتَحْيَى فَاسْتَحْيَى اللهُ مِنْهُ ،
وأمّا الآخَرُ ، فَأعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ
“Yang pertama, ia berlindung kepada Allah,
maka Allah pun melindunginya. Yang kedua, ia malu, maka Allah pun malu
terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia berpaling maka Allah pun berpaling
darinya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 66 dan Muslim, no. 2176)
Berarti yang mau berada dalam majelis ilmu yang diisi oleh seorang
yang ‘alim terhadap ilmu, akan mendapatkan kebaikan. Sedangkan yang
menjauhinya, akan jauh dari kebaikan.
Kapan orang tua mau menghadiri majelis ilmu yang diisi oleh para
ustadz, pasti di situ akan berbuah kebaikan untuk orang tua itu sendiri dan
akan berdampak baik pada anak juga keluarga.
Mungkin istri dan anak telah mendapatkan nafkah cukup dari suami.
Namun itu saja belum cukup, jika belum dibimbing pada ilmu agama. Karena
ingatlah salehnya orang tua, akan berdampak pada salehnya anak.
Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,
لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ
أَجْلِكَ
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu
(agar kamu menjadi saleh, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467)
Kedua:
Lingkungan dan Teman yang Buruk
Semakin baik lingkungan sekitar anak, pasti akan mendukungnya pula
dalam kebaikan. Coba bayangkan jika anak berada di lingkungan para pemabuk,
pecandu narkoba, penggila games, apa yang terjadi pada anak kita?
Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ
يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ،
وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا
خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang
jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik
minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya
atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika
engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau
mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh
karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu
Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Malik bin Dinar pernah mengingatkan,
كُلُّ جَلِيْسٍ لاَ تَسْتَفِيْدُ مِنْهُ
خَيْرًا فَاجْتَنِبْهُ
“Setiap pertemanan yang tidak mendatangkan kebaikan apa-apa
bagimu, maka jauhilah.” (Hilyah Al-Auliya’, 1:51, dinukil dari At-Tadzhib
Al-Mawdhu’iy li Hilyah Al-Auliya’, hlm. 471).
Ketiga:
Perlakuan yang Buruk dari Orang Tua
Bisa jadi sebab anak nakal adalah karena didikan kasar dari orang
tua, dididik dengan pukulan, dididik dengan perkataan yang pedas, dan kadang
menghina anak itu sendiri sehingga akhirnya timbul perangai dan akhlak yang
jelek pada anak.
Allah telah memerintahkan kepada kita,
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia.” (QS. Al-Baqarah: 83)
Dalam ayat lain disebutkan,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ
لَهُمْ ۖوَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali
Imran: 159)
Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ
الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang mengasihi dirahmati oleh
Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih). Karenanya kasihilah yang ada di bumi nicaya
Yang di langit (yaitu Allah) akan mengasihi kalian.”(HR.
Tirmidzi, no. 1924 dan Abu Daud, no. 4941. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
Kelembutan
tidak berarti meniadakan hukuman pada saat diperlukan.
Namun, perlu dicatat bahwa hukuman, ketika membesarkan anak-anak,
harus digunakan secara bijak. Tidak benar jika anak selalu dihukum untuk setiap
pelanggaran yang dilakukan. Hukuman diterapkan saat kelembutan tidak lagi
berpengaruh, dan ketika nasehat, perintah dan larangan telah diabaikan.
Kemudian, hukuman juga harus memberikan manfaat. Misalnya, Anda
memiliki masalah pada kebiasaan anak-anak Anda menghabiskan waktu yang lama di
depan televisi, maka Anda dapat membatasi program yang mereka tonton, yakni
yang bermanfaat dan tidak membahayakan secara umum, dan bebas dari perkara
mungkar sebisa mungkin. Jika mereka melampaui waktu tonton yang telah ditentukan,
Anda dapat menghukum mereka dengan melarang mereka menonton televisi selama
satu hari penuh. Suatu ketika mereka melanggar lagi, maka Anda dapat melarang
mereka dari menonton televisi untuk jangka waktu yang lebih lama, sesuai dengan
tujuan kebaikan yang hendak digapai dan manfaat dalam pendidikan adab dan budi
pekerti.
Keempat:
Tayangan Film Kekerasan dan Pornografi
Faktor besar yang menyebabkan kenakalan pada anak dan mendorongnya
untuk berbuat menyimpang adalah karena mereka sering menyaksikan film-film yang
tidak layak ditonton yang ditayangkan di televisi. Baik berupa tindakan
kriminal, film-film porno, dan apa saja yang mereka baca dari majalah dan
cerita-cerita cabul. Semua itu dapat mendorong anak untuk berlaku menyimpang.
Padahal semua itu bisa menyerang akhlak orang dewasa. Lantas, bagaimana jadinya
jika anak di usia pubertas atau kanak-kanak?
Sudah dimaklumi bersama bawah anak tatkala sudah bisa berpikir,
maka gambar-gambar dan tontonan ini akan senantiasa melekat dalam benak dan
khayalan mereka. Tanpa disadari, ia nantinya akan mengikuti dan menirunya.
Tidak ada bahaya yang paling besar bagi anak di usia puber kecuali bahaya
tontonan yang memicunya berbuat jahat dan melakukan tindakan hina. Terlebih
jika anak tidak mendapatkan penjagaan dan pengawasan.
Ada tiga prinsip penting yang perlu diingatkan ketika mendidik
anak:
Pertama: orang tua harus melindungi anak dengan baik sehingga anak
terselamatkan dari murka Allah dan masuk neraka Jahannam. Ingatlah perintah
dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6). Disebutkan dalam
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Imam Ibnu Katsir (7:321), ‘Ali mengatakan
bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,
أَدِّبُوْهُمْ وَعَلِّمُوْهُمْ
“Ajarilah adab dan agama pada mereka.”
Kedua: Menanamkan rasa tanggung jawab bagi orang tua yang mendidik
anak.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ ، فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهْوَ مَسْئُولٌ
عَنْهُمْ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ ،
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ
عَنْهُمْ ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ،
أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pengatur dan akan
ditanya mengenai apa yang telah diatur. Seorang pemimpin negara adalah pemimpin
untuk rakyatnya, ia akan ditanya mengenai kepemimpinannya. Seorang laki-laki
adalah pemimpin di rumah untuk keluarganya dan akan ditanya mengenai tanggung
jawabnya. Seorang wanita adalah pengatur untuk rumah suami dan anak suaminya,
ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak sahaya menjadi penanggung jawab
untuk harta tuannya, ia akan ditanya tentangnya. Ingatlah, setiap kalian itu
punya tanggung jawab dan setiap kalian akan ditanya tentang tanggung jawabnya.” (HR.
Bukhari, no. 2554 dan Muslim, no. 1829)
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan mengenai maksud “ar-roo’i”
dalam hadits ini adalah penjaga, yang diberi amanat, yang memperhatikan
maslahat yang diberikan amanat untuknya, diperintahkan berlaku adil, dan menjalankan
keadilan. (Fath Al-Bari, 13:113)
Ketiga: Menghilangkan bahaya pada setiap yang mengarah pada
penyimpangan.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudarat) pada orang
lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daruquthni 3:77;
Al-Baihaqi, 6:69, Al-Hakim, 2:66. Kata Syaikh Al-Albani hadits ini shahih).
Berpijak pada tiga hal inilah setiap orang tua punya kewajiban
untuk melarang anak dari menonton video porno, melihat gambar telanjang, sampai
menonton berbagai tayangan kekerasan dan kriminal.
Kelima:
Percekcokan orang tua
Syaikh Dr. ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan berkata,
“Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan
terjadinya kenakalan pada anak adalah berlangsungnya suasana ketidakharmonisan
antara bapak dan ibu pada saat mereka bertemu dan berkumpul. Seorang anak
tatkala membuka kedua matanya lantas menemukan pertengkaran kedua orang tuanya,
maka anak akan lari dari rumah yang ia anggap membosankan. Ia akhirnya mencari
teman bergaul yang menghilangkan keresahannya. Ia pun banyak menghabiskan
waktunya bersama teman-temannya. Seandainya teman-temannya adalah anak-anak
nakal, secara perlahana anak tersebut pun menjadi nakal, bahkan bisa terus
bertambah parah.”
Karenanya sebelum menikah, Islam sudah mengajarkan pentingnya
memilih pasangan yang baik agamanya, bukan sekadar mampu bekerja dan mencari
nafkah.
Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas berkata,
حَقُّ عَلَى المسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ
أَهْلَهُ، مِنْ قُرَابَتِهِ وَإِمَائِهِ وَعَبِيْدِهِ، مَا فَرَضَ اللهُ
عَلَيْهِمْ، وَمَا نَهَاهُمُ اللهُ عَنْهُ
“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk
mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki-laki
atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan
larangan yang Allah larang.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari
jalur Said bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
7:321).
Keenam:
Perceraian yang dibarengi dengan kemiskinan
Syaikh Dr. ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan berkata, “Faktor mendasar
lainnya yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah terjadinya
perceraian orang tua. Akibat yang ditimbulkan adalah terpisahnya anak dan anak
jadi tersia-siakan. Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa anak tatkala
telah membuka mata untuk memandang dunia kemudian ia mendapati seorang ibu yang
seharusnya mengasuhnya dan seorang ayah yang seharusnya menjaga dan memenuhi
kebutuhannya tidak sebagaimana yang ia harapkan maka akan mendorong anak melakukan
kejahatan. Ia akan cenderung untuk bertindak kerusakan dan penyimpangan. Lebih
parah lagi ketika seorang ibu yang telah bercerai tadi menikah lagi dengan
orang lain, maka anak-anak (kebanyakan yang terjadi) akan tersia-siakan.
Timbul permasalahan yang lain saat seorang ibu itu jatuh miskin
setelah dicerai. Keadaan ini akan memaksanya
untuk bekerja di luar rumah, sehingga ia akan meninggalkan rumah dan
membiarkan anak-anaknya yang masih kecil bermain di jalanan dan terancam setiap
harinya. Apa yang bisa diharapkan nantinya dari seorang anak yang tumbuh tanpa
kasih sayang, tanpa perhatian, dan tanpa tanggungjawab seorang ayah? Dan apa
jadinya jika anak tumbuh tanpa asuhan, penjagaan, dan tanggungjawab seorang
ibu?
Hasilnya, kita dapati mereka tersia-siakan dan terlunta-lunta.
Dari situlah kemudian mereka terjerumus dalam perilaku jahat dan menyimpang
kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah, dan sangat jumlah mereka itu
sedikit.”
Lamongan,
18 Maret 2023
Dibuat
oleh: Amirul Huda Syaifullah