Pentingnya Hidayah
Ma’asyirol muslimin rahimani wa
rahimakumullah
Segala puji bagi
Allah, kita memuji-Nya, kita meminta tolong kepada-Nya, kita memohon ampun
kepada-Nya, dan kita meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri kami
dan kejelekan amal kami. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang
dapat menyesatkannya. Dan siapa yang sesat, maka tidak ada yang dapat memberi
petunjuk kepadanya.
Tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah
dan utusan-Nya.
Shalawat dan
salam tetap tercurah pada beliau, pada keluarganya, pada sahabatnya, dan pada
setiap orang yang mengikuti jalan beliau yang lurus dan yang mengajak pada
shirathal mustaqim hingga hari kiamat kelak.
Dalam mengawali khutbah senantiasa khatib mewasiatkan kepada diri kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).
Sebelumnya ada
dua adab penting pada hari Jumat saat mendengarkan Khutbah Jumat yang perlu
diterangkan.
Pertama: Diam dan tidak berbicara saat mendengar
khutbah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ .
وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau
berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’
Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no.
851).
Kedua: Dilarang al-habwah, yaitu duduk
sambil memeluk lutut saat mendengarkan khutbah.
Dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy), ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ
الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat
imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi, no. 514 dan Abu Daud, no. 1110. Al
Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Riyadhus Sholihin menerangkan bahwasanya:
Dimakruhkan memeluk lutut saat mendengarkan khutbah jum’at karena dapat menyebabkan tertidur sehingga terluput dari mendengarkan khutbah dan khawatir pula hal seperti itu dapat membatalkan wudhu.
Ma’asyirol muslimin rahimani wa
rahimakumullah
Pembahasan iman
dan istiqomah selalu menjadi pembahasan penting bagi pribadi seorang muslim.
Karena 2 hal ini menjadi syarat penting bagi pembuktian seseorang muslim yang
mengharapkan dirinya mendapat ridha Allah SWT, kematian yang husnul khatimah,
dan mengharap Jannah Allahu Tabaraka Wa Ta’ala.
Ada beberapa ayat yang membicarakan tentang iman dan istiqamah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahqaf ayat 13 :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
Dalam QS. Fushilat ayat 30 :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu“.” (QS. Fushshilat: 30)
Juga dalam hadits disebutkan, dari Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً
لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ:”
قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ “
“Aku berkata:
Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak
perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah:
aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim, no. 38)
Jama’ah sidang shalat jum’at yang dirahmati Allah
Iman dalam diri
seorang muslim harus senantiasa dijaga dalam keistiqamahan yang sungguh. Karena
iman dikatakan melekat pada diri muslim tidak hanya tatkala saat ini ia beriman
namun pada bulan, dan tahun depan keimanannya berkurang, sampai seterusnya hingga
hilang keimanan itu dalam dirinya. Namun iman yang sungguh, yang dilekatkan
nama mukmin dalam dirinya, bilamana ia mampu menjaga iman tersebut sampai akhir
kematiannya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ.
“Bahwa nilai amal itu ditentukan oleh bagian penutupnya.”
Dari Sahl bin
Sa’ad Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam berjumpa dengan orang-orang Musyrikin dalam peperangan. Dan diantara
Sahabat-sahabat beliau, ada seorang Sahabat yang sangat pemberani dalam medan
pertempuran itu. Dia begitu gagah berani, dia sangat mahir dalam bertempur,
sangat lincah dalam pertempuran sehingga para Sahabat mengatakan, “hari ini
tidak ada seorangpun yang tampil lebih baik daripada si Fulan.”
Maka Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mendengar hal itu beliau mengatakan bahwa
orang ini adalah penduduk neraka. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengucapkan sebuah perkataan yang agak aneh dimata para Sahabat.
Mereka melihat
sesuatu yang membuat mereka kagum dan mereka memuji orang ini, tapi justru Nabi
Muhammad Shallallahu salam mengatakan dia termasuk penduduk neraka. Maka
seorang dari yang hadir di situ bertekad untuk mengikuti apa yang terjadi
dengan orang ini. Orang yang sedemikian gagah berani, orang yang sedemikian mahir
dalam bertempur dan dipuji oleh para Sahabat, justru dikatakan menjadi penduduk
neraka oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka salah satu
Sahabat mengikuti orang tersebut, kemudian ternyata orang ini ditengah-tengah
pertempuran mendapatkan luka yang parah dan dia tidak mampu untuk menahan sakit
karena luka ini, maka akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri dengan cara
menusukkan pedang ke tengah-tengah dadanya.
Ketika melihat
apa yang terjadi ini, orang tersebut datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kemudian mengatakan, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah
benar-benar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Kemudian Sahabat ini
bercerita kepada Rasul tentang apa yang beliau lihat di medan tempur.
Maka mendengar penjelasan Sahabat ini, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا
يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Ada seseorang
yang melakukan amalan penghuni surga hingga terlihat oleh manusia menjadi
penghuninya padahal ia termasuk penghuni neraka, sebaliknya ada seseorang yang
melakukan amalan penghuni neraka hingga terlihat oleh manusia ia menjadi
penghuninya padahal ia adalah penghuni surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyirol muslimin rahimani wa
rahimakumullah
Terkait pelajaran dari kisah tersebut. Hal ini ditegaskan pula dalam hadits arba’in karya imam nawawi yakni dari Abdurrahman abdullah bin mas’ud, Rasulullah SAW. bersabda :
فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ
لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
“Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka.”
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ
لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
“Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan
perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta
akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli
surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh ‘Utsaimin mensyarahkan bahwa yang
dimaksud “jarak antara dirinya hanya tinggal sehasta” adalah “jarak antara
dirinya dengan kematian”. Menunjukan betapa dekatnya jarak
kematian dirinya, yang seketika pada saat itu, menjelang akhir hayatnya
berubahlah amalan yang sebelumnya ia lakukan dan hal itu menjadikan penentuan
apakah dia kemudian masuk surga atau neraka.
Hadits ini memberi penjelasan gamblang kepada
kita. Terkadang seseorang
beramal dengan amalan penduduk surga dimata manusia tapi lain halnya dalam
pandangan Allah.
Kadang-kadang kita melihat ada orang
yang shalat atau puasa atau haji atau umroh, membayar zakat, hafal Qur’an,
mungkin dimata kita dia adalah orang yang begitu shalih. Tapi siapa yang
mengetahui isi hatinya? Bisa jadi orang tersebut tidak ikhlas, riya’, melakukan
amalan hanya supaya dibilang sebagai orang yang shalih, dermawan, ‘alim,
hafidz-hafidzah . amalan-amalan batin yang tidak dilihat oleh manusia ini, menjadikan
dia masuk ke dalam neraka.
Allah membalikkan hatinya karena amalan-amalannya yang tidak ikhlas semata karena Allah, sehingga kemudian dia beramal dengan amalan penduduk neraka, sampai hilang keimanan dalam dirinya dan diakhir hayatnya ia meninggal dalam keadaan su’ul khatimah dan masuk ke dalam neraka.
وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ
وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ
ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu
dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (QS.Al-Baqarah 217)
Sebaliknya,
ada orang-orang yang bisa jadi beramal dengan amalan penduduk neraka dimata
manusia. Yang dilihat oleh manusia adalah dia beramal dengan amalan-amalan yang
buruk, tapi kita tidak mengetahui apa yang terjadi dibelakang layar. Barangkali
dia adalah orang-orang yang shalih hanya saja imannya sedang lemah atau hidayah Allah
belum menyapa dirinya.
Sewaktu hidayah dan penyesalan muncul dalam dirinya, dia menangis dan bertaubat ekpada Allah dengan taubat yang sungguh, dan Allah menerima taubatnya. diakhir hayatnya ia melakukan amalan-amalan shalih yang menjadikannay meninggal dalam keadaan husnul khatimah dan ia masuk ke dalam surga.
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟
وَبَيَّنُوا۟ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan
perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima
taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Baqarah 160)
Barakallhu lii walakum fii kitabihil
karim
KHUTBAH KEDUA
اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah
Pentingnya
hidayah iman bagi manusia, yang diberikan langsung oleh Allah hanya kepada
hamba-hambanya yang Dia pilih.
Bahkan Rasulullah SAW. seorang rasul utusan Allah, yang setiap doanya pasti dikabulkan Allah, akan tetapi Rasulullah tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang ia cinta, kepada paman beliau, Abu Thalib. Sehingga turunlah QS. Al-Qashash ayat 56 :
إِنَّكَ
لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Jama’ah sidang shalat jum’at yang
dirahmati Allah
Oleh karena itu, doa yang pertama kali termaktub dalam Al-Qur’an,
yang senantiasa kita baca dalam shalat, bukanlah doa meminta ilmu, ataupun meminta
rizqi melainkan doa meminta hidayah iman.
Karena manakala seseorang telah mendapat hidayah iman, sehingga
iman tsb. Membuahkan taqwa dan amal shalih. maka Allah akan turunkan
kebaikan-kebaikan yang lain pula Allah akan ampuni dosa’nya, mempermudah
urusannya, memberikan rizqi kepadanya.
Sebagai penutup khutbah marilah kita berdoa semoga Allah SWT senantiasa menguatkan iman kita agar senantiasa istiqomah dijalan Islam dan semoga orang-orang yang mungkin saat ini belum mendapat hidayah semoga Allah menurunkan hidayahNya kepada mereka.
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ
الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَةِ
اللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ
طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ
عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا
وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ
ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَ تَجْعَلْ
مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ
مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
رَبَّنَا لَا
تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى
اللَّهُمَّ
اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللَّهُمَّ
أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا
وَعَذَابِ الآخِرَةِ
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ
وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ
بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ
وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا هَبْ
لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ
دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Klaten,
30 Oktober 2020
Dibuat
oleh: Amirul Huda Syaifullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar